Era Televisi Digital Pacu Kreativitas Pembuat Konten

WWW.SINYALMAGZ.COM – Perubahan teknologi transmisi siar televisi dari analog ke digital tidak hanya terjadi di Indonesia. ASO (analog switch off) juga terjadi di hampir seluruh belahan dunia. Di Eropa bahkan sudah terjadi sejak puluhan tahun silam. Sementara di beberapa negara Asia Tenggara tengah berlangsung, meskipun satu atau dua negara telah merampungkan proses perpindahan dari televisi analog ke televisi digital.

Indonesia memilih secara bertahap. Satu demi satu wilayah akan terjadi off pada sistem analog dan kemudian berpindah menjadi digital. Secara teknis maupun manfaat, teknologi analog sudah sangat ketinggalan dan pemakaian frekuensinya tidak efisien. Terlebih pada era digital, di mana hampir segenap peri kehidupan terintegrasi secara digital dan memberikan peluang yang lebih beragam serta inovatif di masa mendatang.

Membiarkan wilayah Indonesia menggunakan teknologi analog sama saja dengan mempertahankan ketertinggalan serta membuang begitu banyak biaya. Harap diketahui teknologi analog sudah tidak dapat dikembangkan dalam konteks efektivitas dan efisiensi lagi.

Penyelenggaraan televisi digital walaupun menyimpan sedikit persoalan mengenai penggunaan perangkat bernama set top box (STB) bagi jutaan keluarga yang masih menonton televisi berbasis analog. Namun persoalan ini jauh lebih mudah diselesaikan ketimbang membiarkan wilayah angkasa bertabur sinyal analog televisi serta menutup banyak kreativitas anak bangsa di platform televisi.

ASO adalah keharusan yang tidak bisa ditawar seiring lajunya transformasi digital. Televisi digital dengan eranya yang dinamis menyimpan begitu beragam kelebihan dan keuntungan. Paling tidak ada beberapa aspek yang sangat perlu kita pahami dalam konteks kedigitalannya.

Pertama, aspek teknologi broadcast dan transmisi di mana terjadi peningkatan kapasitas jaringan transmisi siaran dengan cara meningkatkan efisiensi spektrum. Dulu, televisi analog menggunakan jaringan paralel independen, jelas tidak efisien. Dengan televisi digital cukup dengan jaringan frekuensi tunggal. Efeknya juga terjadi pengurangan energi jaringan transmisi, artinya beban lingkungan dan biaya dapat berkurang.

Kedua, aspek kualitas atau mutu tampilan yang berupa video dan audio. Aspek transmisi di atas mampu menampilkan kualitas sinyal yang jauh lebih baik. Hasilnya terjadi peningkatan ketahanan terhadap interferensi dan pengurangan degradasi gambar. Akibatnya resolusi image gambar atau video yang ditransmisikan melalui sinyal digital kian superior. Dan harap diketahui, bahwa kualitas tampilan resolusi tinggi ini hanya memanfaatkan bandwith yang lebih kecil.

Hal senada juga terjadi pada audio. Transmisi digital lebih mampu memproduksi sinyal audio dengan mutu frekuensi rendah dan tinggi seperti yang diharapkan oleh telinga manusia.

Ketiga, aspek interaktif yang mengajak pemirsa atau penonton memberikan respon kepada acara-acara yang ditampilkan oleh stasiun televisi. Respon tersebut dapat berupa real time, memberi tanggapan, menciptakan engagement.

Karena sifatnya yang interaktif tersebut, bahkan memberi peluang terbuka bagi lembaga riset independen untuk membuat skema penilaian dalam ragam rating. Selama ini, faktor penilaian umumnya mengandalkan pada satu institusi.

Kelak, akan lebih banyak pihak yang dapat meriset dan menampilkan data-data yang diperlukan oleh para stakeholder dunia televisi. Umpamanya saja data demografi, psikografi, sosiografi, dan sebagainya untuk lalu memotret segmentasi setiap stasiun televisi atau saban acara. Data-data yang dihimpun akibat terjadinya interaksi dari pemirsa tersebut menjadi penting khususnya bagi dunia bisnis (marketing dan advertising), dunia politik, dan bidang lainnya.

Keempat, aspek kreativitas yang semakin demokratis dan kompetitif bagi para pembuat konten (content creators). Seperti yang tengah terjadi saat ini antara konten pada OTT YouTube dengan stasiun televisi.

Dengan situasi seperti ini, yang akan terjadi adalah proses kolaborasi. Kerjasama antara stasiun televisi yang menjadi pihak penyedia platform dan penyiaran dengan  pembuat konten yang menjadi pihak produsen konten. Model kolaborasi seperti ini selain menghemat biaya produksi, sekaligus juga solusi menang-menang.

Stasiun televisi akan memiliki sendiri data terhadap respon acara yang ditayangkannya, jumlah penontonnya, tingkat keterlibatan (engagement), dan hal-hal lain untuk menentukan potensi yang diharapkan dari para pemasang iklan.

Keuntungan lain dari kolaborasi tersebut adalah seluruh pendapatan yang diperoleh dari pihak ketiga dapat dinikmati oleh stasiun televisi dan pembuat konten sepenuhnya. Pendapatan tidak “lari” ke luar, hal ini akan memperkuat iklim dunia pertelevisian di masa mendatang.

Aspek terakhir inilah yang tampaknya akan memberikan ruang bagi seluruh masyarakat untuk berkreasi. Jika hari ini banyak yang belajar dan memanfaatkan platform YouTube, maka televisi digital akan menyediakan wadah yang berbeda.

Suatu hari kelak, Anda juga bisa membuat sinetron semacam Ikatan Cinta dengan perspektif Anda. Kalau meledak, maka membuka mata, bahwa sinetron pun bisa diproduksi oleh sekelompok anak muda yang tinggal di Papua dengan latar belakang pegunungan Jaya Wijaya. (*)

 

We will be happy to hear your thoughts

Leave a reply

Sinyal Magazine
Login/Register access is temporary disabled