Kisah Rumit Merajut Mimpi Tol Langit

WWW.SINYALMAGZ.COM – Suatu kali pada sebuah kunjungan di pulau Sangihe tahun 2019 guna memastikan realisasi pajak online, mantan Menkominfo Rudiantara menyeruakkan istilah “tol langit”. Agar tak multitafsir, Anang Latif, Direktur Utama BAKTI Kominfo lantas memastikan definisi frasa yang merujuk pada akses internet cepat itu. Tol langit kemudian dikenal sebagai istilah untuk menggambarkan sambungan bebas hambatan berupa sinyal internet. Sinyal ini kelak menghubungkan seluruh wilayah di Indonesia.

Lantas wujudnya seperti apa?

Pemerintah melalui BAKTI Kominfo sebagai BLU (Badan Layanan Umum) kemudian menyiapkan dua wujud, yaitu berupa jaringan backbone nasional yang dikenal dengan nama proyek Palapa Ring dan satelit multifungsi berteknologi HTS (high throughput satellite) yang bertitel Satelit Republik Indonesia (SATRIA).

Proyek Palapa Ring sedang berjalan dan terus berlanjut. Sementara satelit tengah dalam proses pabrikasi.

Merajut nusantara menggunakan kabel serat optik sebagai backbone ternyata tidak semudah membalikkan tangan. Terlebih pada kawasan Indonesia bagian timur. Anang memetakkan ada tiga tantangan besar membangun infrastruktur telekomunikasi di Indonesia.

Secara geografis negeri kepulauan ini berupa laut dan darat. Lautnya memisahkan antarpulau sehingga membutuhkan teknologi pemasangan jaringan kabel bawah laut yang dapat menyiasati kondisi geografis. Pada proyek Palapa Ring Barat misalnya, banyak bebatuan karang di pulau terluar yang menyulitkan pemasangan.

Di darat, bentang alam Indonesia amat beragam, dari hutan hingga pegunungan yang bahkan mencapai ketinggian 4.000 mdpl. Di daerah-derah terpencil, jangan bayangkan kualitas jalan bagus se-level tol atau jalan berkelas provinsi. Tetapi jalan tanah yang mudah ambles. Bahkan beberapa merupakan tanah gambut yang gampang terbakar ketika berlangsung penggelaran kabel.

Bekerja di ketinggian dengan tingkat oksigen tipis seperti di Papua sulit dilakukan selama lebih dari 3-4 jam sehari. “Paling bekerja selama 15 menit, lalu berhenti,” kenang Galumbang Menak, Presiden Direktur Moratelindo, rekanan BAKTI Kominfo yang membangun jaringan. Dan, itu hanya dapat dilakukan oleh orang-orang tertentu.

Sementara mengirimkan logistik dan peralatan menuju titik tersebut juga tak bisa melalui jalan darat. Galumbang bilang butuh helikopter untuk mengangkut seluruh kebutuhan.

Ketika menara telah terbangun dan beroperasi persoalan belum tuntas. Bencana kadang bisa meluluhlantakkan infrastruktur yang telah terbangun. Anang menuturkan bagaimana tanah longsor mengempaskan situs repeater B3 Palapa Ring Timur di Intan Jaya, Papua pada tahun silam.

Di bawah laut, SKKL (sistem komunikasi kabel laut) milik PT Telkom di Sorong Jayapura pun pernah porak poranda akibat longsor.

Toh BAKTI Kominfo bersama rekanan tak gentar. Kendati yang dihadapi bahkan lebih membahayakan keselamatan karyawan pekerja dan aset. Tak hanya sekali dihantui oleh kerusuhan kelompok bersenjata, khususnya di wilayah Papua. Malah pernah pula site-site telekomunikasi habis dibakar. Penyerangan bisa terjadi kapan saja.

Kalau sudah begini, kata Galumbang, dibutuhkan bantuan militer. Itu pun tak cukup dengan kekuatan satu peleton.

Situasi sosial yang kurang kondusif ini membuat proses pengerjaan terhalang. Menurut Anang, selama Februari 2020 hingga Februari 2021 saja tercatat empat aksi pengrusakan telah terjadi di Palapa Ring Timur tepatnya di Papua. Salah satu yang terparah terjadi di site repeater B4 di Paniai. Sementara proses perbaikan juga tertunda akibat situasi keamanan yang masih membahayakan.

Sungguh rumit membangun jaringan di kawasan yang terus berkonflik. Kondisinya kompleks dan menantang. “Saya udah 20 tahun nggak berdoa. Begitu ngerjain Palapa Ring (Timur) saya tiap hari berdoa,” seloroh Galumbang saking tingginya problematika yang dihadapi.

Serat opik tol langit Palapa Ring kini sudah menjalar sepanjang 12.229 km atau sembilan kali lebih jalur pantura pula Jawa. Dari panjang tersebut, 8.073 km di antaranya tertanam di laut, sementara 4.156 km berada di darat.

Pekerjaan belum selesai. BAKTI Kominfo masih punya rencana lebih kompleks namun sangat solutif, yaitu proyek Palapa Ring Integrasi. Rencana ini akan mengintegrasikan ketiga paket Palapa Ring yang sudah ada.

Anang mengilustrasikan proyek jalan tol lingkar luar Jakarta. Dulu, jalur tol hanya di Jagorawi dan Jakarta-Tangerang. Integrasi jalur lingkar luar membuat akses kedua jalur terhubung, kemudian menjadi solusi bagi akses di Cibubur hingga BSD. Bahkan kini utilitasnya amat tinggi.

Kabel serat optik Palapa Ring Integrasi akan dibangun pada 2022 hingga 2023 dengan panjang 12.083 km. Pembangunan proyek yang menelan anggaran Rp 8,6 triliun ini dilakukan  dalam dua tahap. Tahap 1 pada 2022 sepanjang 5.226 km dan tahap  2 pada 2023 sepanjang 6.857 km.

Apakah pembangunannya lebih mudah?

Tidak juga. Masih ada faktor penantang lainnya, yaitu soal administrasi. Jika dirinci, faktor tersebut di antaranya tentang pembebasan lahan, perizinan lingkungan, kerjasama dan perjanjian dengan pihak ketiga. Bila rumit dan berbelit-belit, proyek bisa tertunda dan melebihi dari batas waktu. Padahal manfaat dan kegunaannya amat ditunggu oleh masyarakat.

Indonesia tengah menggeliat menuju transformasi digital. Sebuah proses perubahan yang akan membawa kepada peradaban baru. Sementara tulang punggung kehidupan digital itu sendiri ada pada ketersediaan infrastruktur yang tengah dibangun BAKTI Kominfo bersama koleganya.

Tanpa jaringan mustahil terjadi transformasi. Maka, percepatan kini diperlukan agar para “pendekar” penghubung tol langit bisa bekerja lebih optimal, tanpa kendala rumit. (*)

 

 

We will be happy to hear your thoughts

Leave a reply

Sinyal Magazine
Login/Register access is temporary disabled