Mengendalikan Industri 4.0 dengan 5G

MELAKUKAN uji coba, sangat berbeda dengan memaparkan kelebihan suatu teknologi dalam contoh riel. Demikian pula yang dilakukan oleh operator telekomunikasi di Indonesia, ketika teknologi generasi kelima, 5G, diuji coba untuk diterapkan.

Apa yang dipamerkan Telkomsel di ajang Asian Games 2018, atau XL Axiata di Kota Tua Jakarta, hanya memperlihatkan bukti teknologi itu secara sesaat. Pada kesempatan itu Telkomsel memperlihatkan sebuah kendaraan yang berjalan tanpa sopir (autonomous vechicle), sementara XL  memperlihatkan grafik-grafik kecepatan dan kapasitas tinggi yang dipancarkan oleh 5G.

PT Smartfren beda, ketika bersama Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kominfo dan disupport vendor dari China, ZTE, mempraktekkan kelebihan 5G dalam mendukung industri 4.0 yang semuanya berbasis digital. Teknologi berbasis 5G itu secara kasat mata mampu meningkatkan efisiensi waktu, meminimalkan kecelakaan kerja dan meningkatkan akurasi dan kualitas produk sehingga mampu meningkatkan daya saing.

Kesemuanya dengan memenghadirkan infrastruktur jaringan internet pita lebar, stabil dan cakupan luas. “Sangat mendukung upaya menuju “Indonesia Unggul” sesuai tema Kemerdekaan RI,” kata Presiden Direktur PT Smartfren, Merza Fachys.

Mempraktekkan di kawasan industri milik PT Sinar Mas Agro Resources and  Technology di Marunda, Senin (19/8), teknologi 5G mampu melakukan banyak pekerjaan manusia lewat robot yang dikontrolnya, terutama di jalur logistik pengiriman barang. Di area pabrik yang luas itu dipasang 360 kamera yang terkoneksi dengan jaringan 5G ke headset VR (virtual reality).

Jalur logistik itu bebas dari manusia, semua gerak diatur dari jauh dan ketika ada masalah, sebuah drone mencari lokasi yang bermasalah, baru dilakukan perbaikan. Tidak masalah ketika operator berada jauh dari lokasi, bahkan cakupan kontrolnya bisa beberapa kota dalam satu kendali.

Tiadanya manusia di jalur logistik dengan kendaraan tanpa sopir yang berseliweran di pabrik sudah pasti menekan angka kecelakaan kerja kalau tidak mau disebut zero accident, nol kecelakaan. Ujar CEO PT Smart, Downstream Indonesia, Budiono Mulyono, “Teknologi 5G membuka banyak peluang untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi melalui proses otomasi dan pemantauan sewaktu (real time).”

Kecepatan 8,7 GBPS

Sama dengan operator lain yang sudah melakukan uji coba, Smartfren memanfaatkan 2X400 MHz di spektrum 28GHz yang merupakan milimeterband pinjaman gratis dari Kominfo yang bisa digunakan untuk uji coba selama setahun. Teknologi 5G memang memerlukan pita frekuensi yang sangat lebar sehingga kapasitasnya tinggi, bisa didapat dari spektrum 26GHz, 28 GHz, 35 GHz dan 38 GHz.

Sesuai sifatnya yang makin tinggi cakupannya makin sempit, cakupan pita lebar 28GHz hanya sekitar radius 70 meter sampai 80 meter tetapi mampu menghadirkan internet kecepatan sangat tinggi dengan latensi, interval waktu, sangat rendah. Sementara sebagai perbandingan, cakupan spektrum 2,1 GHZ mencapai radius 5 kilometer.

Teknologi 5G sangat cocok untuk industri yang semuanya kelak dikendalikan secara digital, dan sedikitnya mampu menghadirkan kecepatan sampai 10 GBPS. Uji coba di Smart Marunda, frekuensi yang digunakan mampu menghadirkan kecepatan sampai 8,7 GBPS yang sangat cukup untuk mengendalikan jaringan logistik di satu pabrik.

Semua operator seluler, kecuali Tri Indonesia, sudah melakukan uji coba meskipun Indosat melakukannya di ruang tertutup dengan alasan induknya, Ooredoo, sudah melakukan secara lengkap. Umumnya industri siap untuk memberi layanan 5G, namun hanya ditujukan untuk korporasi dan bukan untuk ritel misalnya untuk WA dan medsos karena tarifnya menjadi sangat mahal.

Pemerintah masih belum menentukan di spektrum mana 5G akan digelar secara komersial, dan berapa besar harga yang harus dibayar oleh operator untuk mendapat spektrum tersebut. Tidak bisa menjadi perbandingan, namun ketika Telkomsel memenangi tender 30 MHz di spektrum 2,3GHz, mereka harus membayar lebih dari satu triliun rupiah.

Jika dihitung termasuk biaya hak penggunaan (BHP) frekuensi dan fee awal (upfront fee), anak perusahaan PT Telkom itu mengeluarkan uang di tahun pertama sekitaran tiga triliun rupiah. Menjadi tanda tanya besar, berapa biaya yang harus dikeluarkan operator untuk mendapat 2X400 MHz seperti yang digunakan Smartfren untuk uji coba di Marunda.

Sementara dari lima operator seluler, dua di antaranya masih menanggung rugi, ada yang  sampai satu triliun rupiah tahun 2018 lalu. ***

We will be happy to hear your thoughts

Leave a reply

Sinyal Magazine
Login/Register access is temporary disabled