Oleh: Garuda Sugardo, IPU (Wantiknas, MKE PII, Mastel)
Hari Jumat, 11 April 2025 Menkomdigi mengeluarkan Permen 7 tahun 2025 tentang penggunaan eSIM bagi pengguna (pelanggan dan pemakai) seluler di Indonesia.
Langkah yang bagus dan patut diapresiasi, tapi wajib kita evaluasi hasilnya bersama.
Kartu Subscriber Indentity Module (SIMCard) fisik generasi awal berbasis platform teknologi digital GSM 2G pertama kali menyala di Indonesia pada hari Jumat, 31 Desember 1993 jam 15:00 wib, di stasiun transmisi PT Telkom di Bukit Dangas, Batam.
Itulah momen bersejarah tentang keberhasilan Telkom mengudarakan sinyal BTS pada Pilot Proyek GSM di Batam dan Bintan sesuai instruksi Menparpostel Susilo Soedarman.
Satu setengah tahun kemudian, proyek percontohan tersebut menjadi PT Telkomsel yang saat ini adalah operator the largest and the biggest di Indonesia.
Itulah fase belajar dan komitmen kejuangan Telkom dalam mengadaptasi teknoseluler digital, sekaligus penerapan SIMCard versi 1 (sebesar kartu ATM) tahun 1991 yang disisipkan ke ponsel GSM 2G. Maka dimulailah era “open distribution system” penjualan dan peredaran ponsel di blantika seluler kita.
Catat. Pada saat sistem seluler digital (termasuk 2G GSM) mulai dioperasikan di sekitaran awal tahun 1990, kampanye tentang sekuriti anti sadap dan anti cloning pun dikampanyekan habis-habisan.
Referensi boncosnya tentu adalah pelbagai kelemahan pada sistem seluler analog AMPS dan NMT yang aktivasinya disuntikkan ke ponsel (tanpa SIMCard). Saat itu, penjualan ponselnya dimonopoli oleh investor yang mitra PBH Telkom.
Sejarah acapkali berulang. Kehadiran sistem GSM Telkom tahun 1993 menerapkan SIMCard diklaim sebagai cara yang amat nyaman bagi masyarakat.
Dengan implementasi eSIM, metoda SIMCard eksisting oleh Komdigi “divonis” sebagai tidak aman dan merepotkan. Masyarakat lantas dihimbau untuk beralih menerapkan eSIM.
Regulatory driven seperti ini, apalagi seolah berlaku sebagai sales, rasanya rada “offside”. Ada pula pejabat operator yang memberikan statemen bahwa migrasi ke eSIM adalah bahagian dari program transformasi digital bangsa. Duh…
Penerapan eSIM, tentu bagus sebagai pertanda kemajuan zaman.
Ini adalah kepedulian organisasi GSMA terhadap 5,8 milyar pengguna seluler di dunia. Sistem eSIM ini pula diperkenalkan oleh GSMA pada tahun 2011 dan mulai diterapkan tahun 2016 pada android smart watch produk Samsung.
Sistem navigasi keluaran terbaru di mobil Anda boleh jadi juga sudah dilengkapi eSIM.
Dari perspektif konsumer, penggunaan ponsel eSIM seyogyanya adalah sebuah tren dan gaya hidup. Hal ini kemudian menjadi kebutuhan manakala pengguna mempertimbangkan aspek sekuriti dan mungkin sebab trauma akibat peretasan yang pernah terjadi pada ponsel SIMCardnya. That’s market driven.
Promo ala produsen dalam memasarkan produk ponselnya, atas nama “anti-scamming dan phising” yang saat sekarang menghantui pelanggan seluler, haruslah disikapi secara arif dan bijak.
Justru negara harus hadir untuk melindungi, melayani dan mengayomi 353,3 juta pengguna seluler di Indonesia.
Yang gampang, sudahkah ada solusi terhadap laporan kehilangan puluhan ponsel setiap harinya?
Anda lapor, paling-paling operator hanya bisa memblokir nomor MS-ISDN seraya nasehat supaya berhati-hati menjaga ponsel agar tidak dicuri lagi.
Operator tidak akan mengurusi segala rupa tindak kriminal, kendati terjadi di dalam lalu-lintas sinyal BTS-nya. Maklum, penanganan kasus pencurian ponsel dan kriminal, adalah domain kepolisian.
Ada beberapa jenis kriminalitas siber; sebutlah “PHSB” atau modus Phising (pengelabuan, tipu-tipu); Hacking (peretasan, sadap); Stalking (memata-matai, nguntit); dan Bullying (perundungan, penghinaan).
Ini dapat saja terjadi terhadap apapun merek dan type ponsel Anda, yang SIMCard maupun eSIM.
Agar ponsel bisa mengudara, maka IMEI (nomor mesin) ponsel harus dikawinkan dengan nomor MS-ISDN (nomor pengguna). Unit siber kepolisian bisa melacak keberadaan sebuah ponsel yang dalam posisi “on” maka mereka harus memiliki sistem online yang terhubung real time ke data base semua operator.
Ini mutlak terintegrasi, karena cyber crime cenderung terjadi secara lintas operator. Bila sistem ini tersedia, kita boleh berharap ponsel yang raib akan bisa ditemukan kembali. Begitu pula, keberadaan para penjahat siber dapat dimonitor. Operator dan Pak polisi, siap?
Penerapan eSIM tentulah positif dan menjanjikan rasa aman dalam berselancar di dunia maya, tetapi ingat, jangan sampai hal ini membius kewaspadaan pengguna.
Jangankan sekedar eSIM; situs-situs data intelijen, perusahaan global ternama dan Pusat Data Nasional Komdigi pun pernah kebobolan. Nyatanya, para peretas dan spionase siber adalah sekawanan oknum yang kompetensi IT-nya jauh lebih piawai dibandingkan rata-rata petugas IT operator.
Hati-hati. Makin hebat bisnis Anda, kian tinggi posisi Anda, maka semakin gencar PHSB terhadap ponel Anda. Pernah kan nonton berita perang di layar teve sekitar September 2024? Puluhan ponsel pejuang Hizbullah Lebanon meledak satu per satu.
Tragedi itu ditengarai disebabkan oleh “sesuatu” yang disusupi di ponsel target. Itulah wahana sejenis eSIM yang diam-diam programnya diisi oleh tim siber intelijen lawan. Anda tidak mau kan mati meledak?
Negara-negara NATO pun amat berhati-hati dan melakukan screening ketat terhadap produk elektronik asal impor. Mereka curiga microchip asing telah diinstal di antara prosesor perangkat. Sekali data ID pada eSIM pejabat VIP dan para jenderal jebol, maka ke manapun mereka bergerak akan secara realtime dapat termonitor atau tersadap oleh sang hacker atau musuh.
Kita adalah negeri yang baru bisa merakit doang dan belum bisa bikin system-on-a-chip (SoC) prosesor ponsel seperti Snapdragon atau Exynos. Mendeteksi pun mungkin belum mampu. Karenanya, ponsel eSIM yang masuk ke pasaran +62, oleh otoritas kita haruslah dipastikan steril dan tidak boleh menjadi boomerang bagi penggunanya.
Sejak lebih dari 3 dekade, enkripsi versi 5.1 GSM di SIMCard fisik sejatinya cukup bisa diandalkan memproteksi keamanan di ponsel.
Masalahnya sistem registrasi, verifikasi dan aktivasi nomor ponsel di Indonesia terlalu simpel. Asal ada identitas nomor NIK dan KK, maka proses aktivasi selesai dalam 1 menit. KTP milik siapa bukan soal, masih hidup atau sudah almarhum no problem.
Uniknya lagi, 95% dari pengguna seluler kita adalah pemakai prabayar, sisanya pascabayar.
Realita lain, Indonesia adalah surga bursa ratusan ribu ponsel seken mulus, lebih murah dan garansi toko.
Yang penting IMEI-nya halal, kawinkan dengan MS-ISDN SimCard, maka ponsel akan ready to the air.
Selaras dengan penerapan eSIM, maka operator kini dituntut untuk berinovasi memanfaatkan SIMCard berkapasitas memori yang lebih besar. Kemampuan SIMCard konvensional sejatinya bisa di-up grade guna memberikan nilai tambah.
Belajar dari sistem otentifikasi perbankan atau PT KAI, maka prosedur digital security pada seluler perlu ditambahkan beberapa persyaratan identitas lain yang spesifik; seperti finger print, signature, dan face recognition.
Akhirnya, bila ponsel Anda memiliki opsi mode eSIM, bravo selamat pakai dan silakan aktifkan posisi “enable”. Perekonomian kita, saat ini disadari tidak dalam kondisi baik-baik saja. Alih-alih beralih ke ponsel eSIM baru yang variasi harganya antara Rp 4 jutaan sampai Rp 15 juta, beli kuota internet pun kini kita perlu berhemat.
Terkait keamanan siber di ponsel, pada akhirnya user driven-lah yang menentukan. Bila ada SMS atau WA yang masuk dan minta konfirmasi data ini dan itu, pastikan bahwa Anda selalu siap dan tega.
Tidak peduli ponsel Anda jenis SIMCard jadoel atau eSIM baru, delete saja pesan jebakan itu. Habis perkara! (*)