Fenomena “Tuyul” dan Ofik di Transport On-Line

UPAYA MELAWAN TINDAKAN CURANG

Muslih Zainal Asikin (Masyarakat Transportasi Indonesia),  Pratama Persadha (Pengamat Cyber Security), dan Bhima Yudistira (Pengamat Ekonomi INDEF)

Sejauh ini upaya untuk memerangi praktek-praktek yang merugikan tersebut telah dilakukan oleh penyedia jasa transportasi online. Go-Jek, aplikasi Ride-hailing karya anak bangsa, sudah meluncurkan kampanye #HapusTuyul. Mereka melakukan roadshow ke beberapa kota untuk melakukan sosialisasi kepada para mitra pengemudinya untuk tidak lagi menggunakan aplikasi fake GPS untuk mengejar insentif. Namun hingga saat ini belum jelas langkah-langkah penindakan yang dilakukan perusahaan.

Sementara kompetitor Go-Jek, Grab memutuskan mengambil sikap lebih tegas terhadap pemesanan fiktif. lewat program “Grab Lawan Opik!”, sebuah program yang mendukung dan melindungi mitra pengemudi Grab dari kecurangan, dan memastikan bahwa mereka mendapatkan penghasilan yang adil. Program ini bertujuan untuk menangkap sindikat dan mitra pengemudi yang mencoba memainkan sistem yang disediakan Grab untuk mitra pengemudinya.

Sebagai bagian dari ‘Grab Lawan Opik!’, aktivitas ilegal tersebut terdeteksi oleh sistem manajemen risiko dan kecurangan Grab dan telah dilaporkan ke Polda Metro Jaya untuk penyelidikan lebih lanjut. Para pelaku kejahatan dari praktek ini telah ditangkap di berbagai kota di Indonesia karena secara tidak sah mengakses aplikasi Grab dan menjalankan operasi opik, menggunakan Fake GPS.

PAYUNG HUKUM  

Tindakan ojek fiktif sudah banyak dijerat oleh penegak hukum berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang mengatur terkait Informasi Elektronik.

Perbuatan order fiktif yang dilakukan oleh driver Ojek Online dapat dikategorikan sebagai tindak penipuan. Berdasarkan pasal 35 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik maka perbuatan hukum (legal action) yang dilakukan oleh pelaku dengan tindakan order fiktif maka memenuhi semua unsur delik tindak pidana di dalam pasal tersebut, sehingga subyek hukum pelaku order fiktif bisa dipidana dengan dijunctokan kedalam pasal 51 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Dilihat dari semua unsur-unsur pasal 378 KUHP maka tindakan subyek hukum pelaku  dalam perbuatan order fiktif memenuhi semua unsur dalam pasal tersebut.

We will be happy to hear your thoughts

Leave a reply

Sinyal Magazine
Login/Register access is temporary disabled