Joy Wahyudi dan Bencana Registrasi

JALAN karier Joy Wahyudi di PT Indosat Ooredoo tragis sekali, belum setahun ia duduk di kursi empuk direktur utama – barangkali tidak tahan – ia mengajukan surat pengunduran diri Agustus lalu dan akhir September dikabulkan. Namun Joy yang sebelumnya direktur penjualan operator milik Ooredoo itu masih akan menjabat hingga rapat umum pemegang saham (RUPS) pada 17 Oktober ini.

Joy Wahyudi dan Indosat yang dipimpinnya terkena imbas kebijakan pendaftaran (registrasi) kartu SIM prabayar yang digalakkan sejak Oktober 2017, dan masih membawa “bencana” hingga setidaknya semester pertama tahun 2018. Operator lain, Telkomsel, XL Axiata, SmartFren dan Tri juga terkena imbas, walau tidak separah Indosat, bahkan sekarang sudah hampir pulih. Sekaligus, XL Axiata pun mengklaim kenaikan peringkatnya dari posisi ketiga setelah Indosat menjadi kedua setelah Telkomsel dan diikuti Indosat.

Suasana industri telko seluler memang sedang mendung yang suram yang dipicu oleh ulah operator sendiri yang melakukan perang tarif. Dari semua operator, yang paling menderita akibat perang tarif ya Indosat sendiri, yang bahkan sempat meminta pemerintah menetapkan tarif batas bawah untuk menolong industri, terutama Indosat.

Pemerintah bergeming, karena tarif batas bawah ditetapkan sebab ada unsur keselamatan yang harus dipenuhi operator seperti misalnya pada penerbangan yang tidak boleh menghemat di pemenuhan syarat keselamatan. Di industri seluler tidak ada unsur keselamatan yang harus dijaga agar tidak berdampak serius pada layanan masyarakat.

Joy sebenarnya mewarisi perusahaan yang cukup sehat yang ditinggalkan pendahulunya, Alexander Rusli. Dari empat tahun masa kepemimpinan penyuka ayam pop itu – Alex  mampu menghabiskan 20 potong ayam pop sekali makan – dua tahun terakhir menjadi tahun kebangkitan Indosat.

Tahun 2016 Alex membawa Indosat mendapat untung Rp 1,105 triliun dari pendapatan Rp 29,2 triliun, dan tahun berikutnya, 2017, untung Rp 1,135 triliun dari pendapatan Rp 29,9 triliun. Terakhir Alex meninggalkan Indosat, jumlah pelanggan operator itu sekitar 110 juta.

Tiba-tiba saja peruntungan Indosat jeblok sejeblok-jebloknya, pendapatannya pada triwulan satu 2018 hanya Rp 5,692 triliun, turun 21,9 persen dari periode sama tahun 2017 yang Rp 7,289 triliun. Di triwulan itu Indosat merugi sampai RP 465,8 miliar dan jumlah pelanggan turun menjadi hanya 96,1 juta.

Pendapatan di triwulan kedua juga tidak membaik, hanya Rp 11 triliun, turun 26,8 persen dari periode sama tahun 2017 yang Rp 15,1 triliun. Saat itu Indosat rugi Rp 435,948 miliar mengiringi penurunan jumlah pelanggan yang tinggal 75 juta

 

Salah langkah

Ada salah langkah yang dilakukan manajemen pimpinan Joy ketika program registrasi dimulai oleh pemerintah. Saat itu, gudang para distributor semua operator penuh oleh puluhan bahkan ratusan juta kartu perdana yang belum laku, dan semua operator memerintahkan distributor mengaktifkan perdana yang terancam hangus tadi.

Telkomsel saja yang sebelum registrasi punya 177,8 juta pelanggan tiba-tiba kebanjiran 196 juta pelanggan, kemudian turun pada semester 1-2018 menjadi 175 juta lagi. Namun beda dengan operator lain, Indosat mengaktifkan jutaan kartu perdana lewat robot padahal peraturan pemerintah maksimal 1 KTP hanya boleh mengaktifkan tiga nomor tiap operator. Ketika pemerintah mengharuskan menghanguskan jutaan nomor yang diaktifkan robot tadi, pelanggan Indosat pun langsung merosot, termasuk ARPU yang seharusnya didapat.

Pada akhir tahun 2017 dengan 110 juta pelanggan, Indosat mendapat penerimaan Rp 29,9 triliun atau rata-rata pelanggan menyumbang sekitaran (ARPU – average revenue per user) Rp 23.000 sebulan. Namun pada triwulan 1 tahun 2017, ARPU Indosat anjlok ke angka Rp 12.400 dan tidak berhasil meningkat kecuali hanya sampai angka Rp 14.300 pada akhir triwulan 2.

Penurunan ARPU tidak semata kesalahan Joy, karena operator lain mengalami hal sama. ARPU Telkomsel pun menurun dari Rp 44.000 pada semester 1-2017 menjadi Rp 35.000 pada triwulan kedua tahun 2018 dan naik tipis menjadi Rp 36.000 pada triwulan 2. Angka ARPU XL Axiata juga turun dari Rp 31.000 menjadi Rp 30.000 lalu naik menjadi Rp 34.000 pada triwulan kedua.

Penurunan jumlah pelanggan dan angka ARPU berlanjut sejak Januari hingga Juni 2018 membuat posisi Joy tidak nyaman. Padahal sama dengan operator papan atas lainnya, Joy sudah berusaha menaikkan pendapatan dengan menaikkan tarif paket data freedom dengan 4 persen,  paket unlimited naik sampai 25 persen dan paket Yellow naik antara 40 persen sampai 100 persen.

Sayangnya kenaikan harga paket ini tidak serta merta terasa dalam sistem keuangan, apalagi program-program peningkatan layanan ke luar Jawa – Lampung, Kalimantan Selatan dan Sulawesi Selatan – tidak semanis teori, karena  dana selalu terlambat. Apalagi sejak beberapa waktu lalu perusahaan induk, Ooredoo, tidak lagi mengucurkan dana ke Indosat.

Namun umumnya pemilik perusahaan siapa pun akan mahal mengapresiasi kalau perusahaan mendapat laba, tetapi teguran tidak putus-putusnya, yang mungkin dibarengi sumpah serapah akibat pemilik kecewa karena perusahaan merugi. Bisa jadi Joy tidak tahan yang terakhir ini, sementara kondisi naik-turun adalah wajar dalam dunia usaha.

Di sejarah PT Indosat, pernah ada direktur yang mengajukan pengunduran diri sebelum waktunya akibat disumpah-serapahi para pemilik saham terbanyak. Masalahnya sepele, direktur tadi membagikan bonus kepada karyawannya dan pemegang saham kecewa berat.

Hal-hal psikologis selain terutama teknis perusahaan akan menjadi tantangan berat bagi Chris Kanter yang dikabarkan akan mengganti Joy Wahyudi. Komisaris PT Indosat itu diharapkan bisa membawa Indosat lebih baik, karena ia mengenal perusahaan itu sejak jauh hari sebelumnya. ***

We will be happy to hear your thoughts

Leave a reply

Sinyal Magazine
Login/Register access is temporary disabled