Revisi PP no.82 Tahun 2012 Menjamin Perlindungan Data

WWW.SINYALMAGZ.COM – Peraturan Pemerintah no 82 tahun 2012 sudah direvisi menjadi Peraturan Pemerintah No.71 tahun 2019 dan telah ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo. Peraturan tersebut terkait dengan Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik atau PSTE yang menjamin terhadap keamanan data.

Yang banyak dikhawatirkan oleh banyak pihak adalah peraturan pemerintah tersebut tidak mendukung tentang keamanan data dan dikhawatirkan menyebabkan kebocoran data. Padahal, PP 71 ini lebih mengatur pada penyelenggaraan sistem dan transaksi elektronik. Tidak ada hubungannya dengan kebocoran data.

“PP No.71 tahun 2019 yang baru saja ditandatangani ini, tidak ada hubungannya dengan kebocoran data. Kenapa? Karena masalah privatisasi data tersebut diatur dalam undang-undang sendiri yang mengaturan perlindungan data. Yang saat ini, RUU sudah diteken oleh Menteri Komunikasi dan Informatika beberapa waktu lalu dan sudah diserahkan untuk dibahas oleh DPR,” ungkap Semuel Abrijani Pangerapan, Dirjen Aplikasi Informatika menjelaskan.

Esesni peraturan tersebut adalah, pemerintah bisa memberikan sanksi pada platform yang membiarkan adanya konten hoax. Dulu, pemerintah hanya bisa memberikan peringatan saja, dengan adanya peraturan ini bisa memberikan sanksi. Ini sama dengan undang-undang yang berlaku di Jerman dan di Singapura.

Hanya saja, kalau dibuat undang-undang, pasti membutuhkan waktu yang lama. “Itu sebabnya, kami membuatnya dengan PP, sehingga bisa menghindari penyebaran konten hoax lebih efektif lagi,” ungkap Semmy.

Lalu, yang diatur oleh PP No.71 tahun 2019 ini juga lebih pada layanan publik. Untuk perusahaan privat tidak harus membangun di dalam negeri. Tapi pada kenyataannya tidak seperti itu. Menurut Semmy, saat ini banyak perusahaan asing yang berlomba-lomba investasi data center di Indonesia.

Yang perlu dilihat adalah investasi tersebut masuk ke Indonesia bukan karena revisi PP No.82 tahun 2012 menjadi PP No.71 tahun 2019 tersebut. “Amazon Web Service atau AWS, NTT dari Jepang, Ali Cloud dan Google Cloud ini masuk bukan karena peraturan tersebut, namun lebih karena pertimbangan bisnis. Mereka melihat dengan pertimbangan potensi pasar di Indonesia yang sangat besar. Begitu juga konsumen lebih membutuhkan layanan data center level berskala internasional,” ujar Semmy.

Selain itu, masuknya investasi asing di data center ini untuk mengakomodir kebutuhan perusahaan multinasional yang ada di Indonesia membutuhkan layanan data dengan level internasional. Misalnya, harus tier 4.

Semmy menyebutkan bahwa saat ini, Amazon We Service atau AWS, sudah investasi sebesar Rp30 Triliun. Lalu, Nippon Telegraph and Telephone Limited (NTT Ltd) sudah komitmen akan menginvestasikan sebesar US$500 juta, atau setara dengan Rp.7,05 Triliun dan siap beroperasi pada tahun 2020. (*)

We will be happy to hear your thoughts

Leave a reply

Sinyal Magazine
Login/Register access is temporary disabled