Telkom Suram Pasca Lepas IndiHome

Dua tahun terakhir ini, terlebih sejak Juli 2023, PT Telkom terlihat “kurang fit”, pasar merespon negatif, sehingga harga sahamnya menurun deras. Sementara kelemahan BUMN (badan usaha milik negara) itu makin terlihat jelas dari masuknya orang lain untuk mengisi jabatan direktur utama dan direktur, yang bahkan diambil dari operator pesaing, bukan dari sesama BUMN.

Dalam RUPST (rapat umum pemegang saham) 27 Mei silam – saking tidak adanya kaderisasi – Menteri BUMN sebagai pemegang terpaksa mengambil ahli-ahli telko dari luar. Posisi Direktur Utama (Dirut) Telkom diserahkan kepada Dian Siswarini, mantan Presdir dan CEO XL Axiata – yang kemudian merger dengan Smartfren jadi XL Smart Sejahtera.

Dian memang bukan perempuan pertama di tampuk pimpinan operator telko, karena Koesmarihati, menjadi Direktur Utama Telkomsel pertama, sepanjang 1975 – 1978. Sementara Dian Siswarini di hampir sepanjang kariernya ia bekerja di XL Axiata. Usai menjabat direktur pada 2015, ia bertahan selama hampir 10 tahun sebagai pemimpin tertinggi operator milik Kelompok Axiata Malaysia itu, hingga menjelang tuntasnya merger XL dan Fren.

Dian dikenal sebagai tokoh yang mati-matian mendorong peran perempuan dalam segala hal tertutama dalam bisnis. Saat ini, sepertiga petinggi XL Axiata, dari BOD (board of directors – dewan direksi), hingga manajer adalah perempuan.

Ia juga mendorong kemajuan perempuan di berbagai kegiatan, terutama perempuan pemilik dan pengelola UMKM (usaha mikro, kecil dan menengah. Ribuan perempuan pemimpin UMKM diajak masuk kelas, gratis, menjadikan mereka mampu memajukan bisnisnya dengan melakukan digitalisasi. Dian punya lembaga nirlaba untuk menggerakkan kaum perempuan, Sisternet.

Orang kedua di jajaran direksi Telkom yang juga diambil dari kalangan luar, Seno Soemadji, bukan orang sembarangan. Ia yang ditunjuk mengisi jabatan sebagai Direktur Strategic Portofolio Telkom sebelumnya EVP (executive vice president) dan Head of TechCo di Indosat Ooredoo Hutchison (IOH).

Seno Soemadji “dilamar” Menteri BUMN sebagai pemilik PT Telkom, karena rekam jejaknya yang solid dan handal di dunia telekomunikasi nasional. Ia punya pengalaman panjang dalam transformasi teknologi dan manajemen inovasi digital. Ia diharapkan bisa mengakselerasi inisiatif bisnis digital dan penguatan posisi pasar Telkom.

Lumpuh

RUPST membuat gamblang kelemahan Kelompok Telkom mengenai kemampuan dan kehendak melakukan kaderisasi. Padahal PT Telkom merupakan perusahaan – BUMN – terbesar kedua di Indonesia setelah PT Pertamina yang kapitalisasi pasarnya mencapai Rp 287 triliun. Kini Telkom menjadi nomor lima, kalah oleh Bank Mandiri, BRI, bahkan oleh PLN yang hingga dekade lalu merugi terus.

Pendapatan Telkom tahun 2024 mencapai Rp 149,97 triliun, naik hanya 0,5% dari tahun 2023 yang Rp 149,2 triliun, itu pun sebesar Rp 113,5 triliun di antaranya didapat dari  Telkomsel. Tahun 2023 pendapatan Telkomsel Rp 102,4 triliun, turun dari tahun 2022 yang Rp 113,3 triliun.

Telkomsel mendapat tambahan pendapatan dari pengelolaan IndiHome tahun 2024 lebih dari Rp 26,3 trilun dari 10,8 juta pelanggannya, sementara jumlah pelangan Telkomsel 159,9 juta. ARPU (average revenue per user – pendapatan rata-rata dari tiap pelanggan) Telkomsel Rp 45.000, sementara ARPU IndiHome Rp 238.000.

Telkom juga tidak punya lagi direktur consumer, karena tidak  punya pelanggan setelah bisnis IndiHome-nya diserahkan ke Telkomsel 1 Juli 2023.

Sejak penyerahan IndiHome, harga saham Telkom merosot. Data menyebutkan, pada 27 April 2023 harga saham PT Telkom di angka Rp 4.300, langsung merosot menjadi Rp 2.740 pada Juli 2024, berlanjut menurun jadi Rp 2.660 pada 11 Juni 2025. Itu sebabnya salah satu tugas BOD Telkom saat ini adalah menaikkan harga saham ke Rp 5.000.

Lepasnya IndiHome membuat Telkom menjadi seolah-olah lumpuh dan membutuhkan darah segar dari luar untuk menguatkan manajemennya. Padahal menurut pendiri dan mantan Direktur Telkomsel, Garuda Sugardo, Telkom punya 200-an anak dan cucu perusahaan.

Mitratel untung

Telkom menjadi anggota Danantara, Telkomsel tidak karena bukan BUMN. Ada isu santer, Telkomsel akan dimasukkan ke Danantara dan menyelenggarakan IPO (initial public offering – penjualan saham perdana sebagai perusahaan publik).

Telkom sejak lama menolak ide melepaskan Telkomsel go public karena punya 69,9% saham dari semula 65%. Sisanya 30,1% milik SingTel, usai integrasi IndiHome ke Telkomsel.  Operator Singapura ini dengan senang hati diturunkan jumlah sahamnya dari 35%, bahkan ditambah menyetor uang tunai Rp 2,71 triliun karena sadar akan kekuatan besar IndiHome. Saat integrasi, nilai pasar IndiHome diperkirakan mencapai Rp 58,1 triliun (5,1 miliar dollar AS).

Sementara pasca penyerahan IndiHome pada 2023, Telkom fokus pada tugas sebagai penyedia jasa B2B (business to business) dan Telkomsel sebagai penyedia jasa B2C (business to consumer), layanan produk telekomunikasi kepada pelanggan rumah tangga.

Selepas IndiHome, Telkom menjalankan strategi Five Bold Moves (lima strategi utama) untuk memaksimalkan peluang pertumbuhan danmemenuhi kebutuhan pasar. Strategi ini dilakukan untuk membangun keunggulan kompetitif di pilar bisnis digitalnya, connectivity, digital platform dan digital services.

Sebenarnya ada anak perusahaan PT Telkom yang sudah dilepas dan melakukan IPO, PT Dayamitra Telekomunikasi (Mitratel), pemilik dan pengelola lebih dari 39.259 menara yang disewakan, selain 39.714 km serat optik (FO – fibre optic). Setahun setelah IPO, Mitratel meraih pendapatan Rp 9,31 triliun dan laba jumbo, Rp 2,11 triliun.

Telkomsel menjadikan Telkom sebagai “raja” telekomunikasi dengan pangsa pasar Telkomsel 75% di industri dan laba 75,6%  dari jumlah laba semua operator, Telkomsel, IOH dan XL Smart Telecom. ***

BACA JUGA: Dian Siswarini dari XL ke Telkom

We will be happy to hear your thoughts

Leave a reply

Sinyal Magazine
Login/Register access is temporary disabled