Etika di Ranah Artificial Intelligent

Soal etika menjadi tema Acara Tech Talk yang digelar Medcom.id kembali, yang disponsori IBM, BRIN dan Microsoft. Mereka membahas etika penggunaan kecerdasan buatan yang implementasinya luas.

 

Kepala BRIN Laksana Tri Handoko berbicara, selain Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Kominfo, Hary Budiarto, President Director IBM Indonesia, Roy Kosasih, Direktur & Chief Enterprise Business and Corporate Affair Officers XL Axiata, Yessie D. Yosetya dan Director, Government Affairs Microsoft Indonesia & Brunei Darussalam, Ajar Edi.

 

Indra Pemimpin Redaksi Medcom.id Indra Maulana mengatakan pentingnya memperhatikan keamanan dan keselamatan soal penggunaan AI. “Setiap kemajuan teknologi itu ada dua wajah, mempermudah kehidupan manusia, selain munculnya kerugian, sehingga kita harus concern kemajuan teknologi ini agar hanya membawa kebaikan dan meminimalisir kerugian yang ada,” katanya.

 

Menurut Kepala BRIN Laksana Tri Handoko, pemerintah Indonesia menaruh perhatian terhadap pengembangan teknologi AI ke depan dan panduan pencegahan kerugian yang ditimbulkan. Hal itu tertuang dalam Strategi Nasional Kecerdasan Artifisial Indonesia yang rencananya akan dijadikan Peraturan Presiden (Perpres) dan saat ini sudah masuk dalam Program Legislasi Nasional Prioritas (Prolegnas).

 

Ada beberapa tantangan dalam mewujudkan etika kecerdasan artifisial di era digital yang bukan soal infrastruktur, melainkan kepercayaan manusia atau masyarakat dan talentanya. Dikatakan, teknologi AI itu hanya alat tapi berbasis data, sama seperti otak manusia bahwa kecerdasan itu karena ada basis data atau informasi yang terakumulasi. Apabila tidak ada data, AI tidak akan berkembang.

 

“Setelah data tersedia masalah selanjutnya adalah etika, bagaimana cara kita menjamin data yang yang digunakan tidak merugikan orang lain. Contohnya, pencuri bisa mencuri motor karena dia bisa punya informasi cara membobol kunci sepeda motor,” kata Laksana Tri Handoko.

 

Teknologi AI bisa membantu melakukan penambangan data untuk mempermudah mendapatkan informasi penting, tapi di satu sisi tetap bisa merugikan. Menyinggung persoalan AI mengumpulkan dan memanfaat data tanpa izin pemilik data, Handoko bercerita ada protes dari asosiasi kedokteran yang menyoal kemampuan teknologi AI untuk memberikan diagnosis awal penyakit sebuah pasien.

 

Kedokteran tidak mempermasalahkan AI, melainkan cara teknologi mengumpulkan data dari jurnal kesehatan tanpa izin, mengingat jurnal ini tidak diperuntukan untuk pengumpulan informasi AI.

 

Kata Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Kominfo, Hary Budiarto, Kementeriannya sudah merancang peta jalan pertumbuhan Indonesia di era digital, menjawab isu dan tangan yang muncul. Mulai dari kesenjangan digital, disrupsi teknologi, isu data dan keamanan siber, isu kedaulatan digital, etika ruang digital, serta potensi ekonomi.

 

Trafik meningkat 70%

 

Data Bappenas memprediksi, pada tahun 2045 teknologi mampu mendorong pertumbuhan ekonomi 5,7% hingga 7,1%. Diproyeksikan, saat itu ekonomi digital akan memberi kontribusi 20,70% terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB).

 

Regulasi atau kebijakan menjadi hal selanjutnya. Tanpa kebijakan akan menimbulkan ke-semrawutan. “Infrastruktur bagus, pemerintah dan masyarakat juga sudah bagus mengenai teknologi ini, tapi kalau tidak ada transaksi ekonomi atau pemanfaatan optimal di dalamnya ya mubazir,” tutur Hary.

 

Menyediakan SDM yang menguasai dan memanfaatkan optimal teknologi termasuk AI sama pentingnya dalam menciptakan etika teknologi AI. Target di 2023 ada 100.000 talenta digital menguasai AI bukan coding tapi paham teknologinya, cara kerja, tata kelola, dan lainnya.

 

Sementara menurut Direktur & Chief Enterprise Business and Corporate Affairs Officer XL Axiata, Yessie D. Yosetya, sebagai perusahaan yang bergerak di bidang telekomunikasi, XL Axiata tidak asing dari teknologi kecerdasan buatan (AI).

 

Mereka memulai perjalanan AI tahun 2020 dengan AI dan Machine Learning. Ada dua hal, dari sisi produktivitas dan yang kedua dari kaca mata pengalaman pelanggan. Kemajuan teknologi, katanya, seharusnya membantu pihaknya meningkatkan produktivitas dan menghadirkan pengalaman hingga perjalanan penggunaan jauh lebih baik.

 

AI juga membantunya menindaklanjuti dialog secara lebih detail, mengevaluasi permasalahan dari keluhan yang disampaikan pengguna, misalnya soal aplikasi. Berkat AI, XL Axiata berhasil memangkas biaya dan mengalami peningkatan signifikan trafik hingga 70%.

 

“Mengimplementasikan strategi peralihan digital yang tepat dengan memanfaatkan teknologi AI merupakan kunci kesuksesannya dalam mengelola bahkan mengurangi biaya,” kata Yessie.

 

Teknologi AI sudha jadi tren, kata Presdir IBM Indonesia, Roy Kosasih, tidak hanya keinginan, tetapi kebutuhan dan kepastian. Setiap perusahaan atau organisasi dunia, termasuk Indonesia, harus menggunakannya.

 

Ia yakin AI tidak hanya membantu pertumbuhan ekonomi dan GDP suatu negara, tapi juga kemampuan individu dari banyak pelaku bisnis untuk berkompetisi. “Karenanya mutu atau kemampuan SDM memanfaatkan AI menjadi sangat penting,” ujarnya.

 

Copilot

 

Soal kepopuleran Generative AI, IBM menyebut teknologi ini dapat membawa sejumlah manfaat untuk perusahaan, termasuk meningkatkan otomasi pada lini produksi di perusahaan. AI Generative berpotensi besar menciptakan kemampuan baru, meningkatkan produktivitas dan efisiensi.

 

IBM mengusung lima pilar kepercayaan yang sangat penting untuk membangun sistem AI terpercaya. Kemampuan menjelaskan, keadilan, ketangguhan, transparansi dan privasi.

 

Untuk membantu pengguna, IBM menawarkan Watsonx yang mendukung klien mengembangkan dan mengimplementasikan model AI sambil menyelesaikan permasalahan terkait dengan transparansi, privasi dan kepatuhan terhadap regulasi.

 

Watsonx, kata Roy, bukan hanya tentang inovasi AI, tetapi juga mengedepankan kontrol kualitas yang memastikan keterpercayaan, dengan perangkat yang memungkinkan bisnis menggunakan data mereka sendiri secara aman.

 

Sementara Microsoft juga telah memasukan teknologi AI ke dalam aplikasinya, salah satunya lewat Microsoft Copilot. Juga menyediakan platform untuk siapa pun mengembangkan produk AI mereka sendiri.

 

“AI adalah co-pilot, pilot tetap manusia sebagai pengawasan dan menentukan perintah yang diberikan untuk membuka peluang kreativitas serta inovasi, dan efisiensi,” kata Director of Government Affairs Microsoft Indonesia & Brunei Darussalam, Ajar Edi.

 

Beberapa prinsip yang diusung bisa diandalkan, inklusif, keamanan dan privasi yang terjaga, transparansi, serta akuntabilitas. “Akuntabilitas paling penting, akuntabilitas atas produk dan tindakan yang muncul dalam penggunaan AI,” katanya.

 

Pada interaksinya di dalamnya terlihat prinsip yang dianut oleh Microsoft untuk etika AI mereka. Misalnya privasi dan keamanan isi chat yang berkaitan dengan data penting atau sensitif yang dijamin tidak akan bocor. Kemudian hasil pencarian foto atau gambar yang disediakan bisa diketahui sumbernya dari mana.

 

Pada kemampuan AI rancangan Microsoft diterapkan keamanan dalam hal konten yang dihasilkan atau disediakan, misalnya tidak menampilkan atau memberikan output yang mengandung SARA atau konten sensitif, seperti kecelakaan atau yang bisa memicu konflik. “Prinsipnya, saat membangun use case penggunaan AI pastikan bahwa use case ada, aman, dan apa yang akan terjadi. Jadi kita ada impact assessment untuk belajar pengembangan AI,” ujar Ajar. (*)

 

 

We will be happy to hear your thoughts

Leave a reply

Sinyal Magazine
Login/Register access is temporary disabled