Lelang Frekuensi Diundur

sinyal.co.id

Lelang sisa frekuensi 10 MHz di 2100 MHz dan 30 MHz di 2300 MHz diundur.

Lelang sisa frekuensi 10 MHz di 2100 MHz dan 30 MHz di 2300 MHz diundur.

Minat hampir semua operator seluler untuk mendapat lebar frekuensi baru lewat lelang, yang mestinya dilakukan semester dua tahun 2016 ini, tampaknya tak akan bisa terpenuhi. Waktu yang sudah makin mendekati akhir tahun sementara persiapan lelang belum juga tuntas selain berpotensi sengketa pendudukan selebar 30 MHz di spektrum 2300 MHz masih jadi kendala.

Di samping itu, ketentuan dalam PP (Peraturan Pemerintah) No 80 tahun 2015 tentang PNBP (Penerimaan Negara Bukan ajak) mengharuskan seleksi kepemilikan sisa frekuensi di 2,1 GHz dan 2,3 GHz menggunakan skema lelang, bukan beauty contest. Di sisi operator yang sudah sangat membutuhkan spektrum, dengan cara apa pun mereka akan ikut.

Jika awalnya diperkirakan cara Beauty Contest akan memenangkan Telkomsel, kini semua operator papan atas: PT Telkomsel, PT Indosat, dan PT XL Axiata memenuhi syarat untuk menang. Beauty Contest melihat kemampuan finansial operator, desakan kebutuhan akan frekuensi yang paling tinggi, dan jaringan yang padat, semua sudah dipenuhi ketiga operator, terutama di kawasan perkotaan.

Sementara cara lelang lebih simpel, siapa yang mampu membayar lebih tinggi, dia yang menang. Di sisi itu, Indosat dan XL Axiata lebih longgar karena kebijakan investasi yang lebih lentur mengalahkan Telkomsel yang sebagai anak perusahaan BUMN tidak mudah berinvestasi.

Contohnya waktu Axis mau dijual, Telkomsel sangat berminat terutama untuk mendapat tambahan frekuensi ex-Axis. Namun untuk mendapat persetujuan pemegang saham, terutama dari sisi PT Telkom sebagai BUMN, tidak semudah XL Axiata yang akhirnya berhasil mengakuisisi Axis dari pemiliknya, STC, Saudi Telecom Corporation.

Dalam kasus lelang sisa frekuensi 10 MHz di 2100 MHz dan 30 MHz di 2300 MHz, ketiga operator, bahkan Hutchison Tri Indonesia menyatakan sangat berminat. Kapasitas di jaringan mereka di kawasan padat sudah demikian penuh sehingga sulit untuk dikembangkan, yang sebenarnya dapat dilakukan dengan menambah BTS atau menambah kapasitas BTS dengan frekuensi baru.

Biaya modal (CapEx – capital expenditure) BTS jauh lebih mahal dan tidak efisien jika dilakukan di daerah padat, dibanding menambah frekuensi yang jauh lebih murah, mudah dan cepat prosesnya, dengan hasil yang lebih optimal. Menambah BTS lebih dibutuhkan di kawasan yang belum dilayani operator.

Sharing infrastruktur dengan pola MOCN (Mobile Operator Core Network) tidak mungkin dilakukan, sebab masalah utama setiap operator sudah kekurangan kapasitas sehingga tidak mungkin lagi sebagiannya disewakan ke operator lain. Pola MOCN hanya efektif dan efisien jika dilakukan di kawasan yang kepadatan pelanggannya masih rendah dan operator yang belum punya jaringan membutuhkan frekuensi tanpa harus menanam modal besar untuk membangun BTS.

Beda dengan cara pemilikan frekuensi sebelumnya, ketika lelang dilakukan lebih dahulu baru kemudian dilakukan re-arrangement dengan mengatur kembali (refarming) frekuensi agar pemilikan berurutan. Saat ini akan dilakukan kesepakatan antar-operator untuk penataan kembali sebelum  lelang dilakukan.

Hendro

We will be happy to hear your thoughts

Leave a reply

Sinyal Magazine
Login/Register access is temporary disabled