Pedoman UU ITE Sebagai “Lex Specialis”

WWW.SINYALMAGZ.COM – Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Johnny G. Plate mengharapkan pedoman implementasi dapat memberikan dukungan terhadap penegakan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). “Selaku ketentuan khusus dari norma pidana yang disebut dengan lex specialis,” katanya.

Ketentuan khusus dari norma pidana mengedepankan penerapan restorative justice, sehingga penyelesaian permasalahan UU ITE dapat dilakukan tanpa harus menempuh mekanisme peradilan. Hal itu perlu dilakukan untuk menguatkan posisi ketentuan peradilan pidana sebagai ultimum remidium, atau pilihan terakhir dalam penyelesaikan permasalahan hukum.

Dikatakan, pedoman implementasi atas pasal-pasal tertentu dalam UU ITE ini berisi penjelasan terkait definisi, syarat, dan keterkaitan dengan peraturan perundang-undangan lain terhadap pasal yang sering menjadi sorotan masyarakat. Revisi UU ITE akan melalui mekanisme penyusunan dengan melibatkan masyarakat dan stake holder terkait sesuai dengan amanat undang-undang, memasukkan rancangan revisi UU ITE ke dalam Prolegnas Perubahan tahun 2021 di DPR RI.

Sedangkan Surat Keputusan Bersama yang ditandatangani Menkominfo, Kapolri, dan Jaksa Agung disaksikan Menko Polhukam, merupakan pedoman implementasi aparat penegak hukum dari tiga unsur, Kementerian Kominfo, Kepolisian dan Kejaksaan Agung.

Pedoman implementasi menjadi lampiran dari SKB yang terdiri dari 8 substansi penting.

Yang pertama, pedoman Pasal 27 ayat (1) mengenai konten elektronik yang melanggar kesusilaan. Pasal itu fokus pada kegiatan pendistribusian, penyebaran, dan pengiriman konten kesusilaan secara aktif melalui kegiatan mengunggah atau mengirimkan konten kesusilaan, bukan pada tindakan asusilanya. Konteks kesusilaan dalam pasal ini harus sesuai dengan UU No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi dan/atau Pasal 281 dan 282 KUHP, katanya.

Identitas spesifik

Pedoman kedua, Pasal 27 ayat (2): Kegiatan pendistribusian, penyebaran, dan pengiriman konten perjudian baik berupa aplikasi, akun, iklan, situs dan/atau sistem billing operator bandar berbentuk video, gambar, suara atau tulisan. Pedoman Pasal 27 ayat (3): konten penghinaan dan pencemaran nama baik merujuk dan tidak bisa dilepaskan pada ketentuan pasal 310 dan pasal 311 KUHP.

Pasal 310 KUHP merupakan delik “menyerang kehormatan seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal agar diketahui umum”. Sedangkan, Pasal 311 KUHP berkaitan dengan perbuatan menuduh seseorang yang tuduhannya diketahui tidak benar oleh pelaku.

Pelapor harus orang perseorangan dengan identitas spesifik, bukan institusi, korporasi, profesi atau jabatan. Fokus pasal ini, perbuatan pendistribusian, penyebaran, dan pengiriman konten kepada publik yang dilakukan dengan sengaja oleh pelaku, bukan perasaan korban.

Pedoman ketiga, Pasal 27 ayat (4) mengenai konten pemerasan dan/atau pengancaman, fokus pada kegiatan pendistribusian, penyebaran, dan pengiriman konten ancaman yang meliputi ancaman pembukaan rahasia, penyebaran data, foto, dan/atau video pribadi.

Pemerasan, pengancaman dalam pasal ini adalah perbuatan pemaksaan yang bertujuan menguntungkan diri sendiri secara ekonomis, untuk memberikan suatu barang, membuat utang, menghapus piutang baik sebagian atau keseluruhan kepunyaan orang yang diancam.

Pedoman keempat, Pasal 28 ayat (1) tentang kabar bohong, hoaks secara umum, yang merugikan konsumen, ini bukan pemidanaan kabar bohong (hoaks) secara umum, melainkan dalam konteks perdagangan daring. Pelaksanaan pasal ini dilakukan sesuai UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan peraturan perundang-undangan lainnya yang terkait yang masih berlaku.

Nilai kerugian

Pedoman kelima, Pasal 28 ayat (2): Konten yang menyebarkan kebencian berdasarkan Suku Agama Ras dan Antar-Golongan (SARA), aparat penegak hukum harus dapat membuktikan, pengiriman konten tersebut mengajak atau menghasut masyarakat memusuhi individu atau kelompok dari SARA golongan tertentu. Secara khusus, definisi antar-golongan mengacu pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 76/PUU-XV/2017.

Pedoman keenam, Pasal 29: konten menakut-nakuti dengan kekerasan. Dijelaskan, pemidanaan dilakukan terhadap perbuatan pengiriman informasi berisi ancaman, yang berpotensi diwujudkan dan menunjukkan niat untuk mencelakai korban dengan melakukan kekerasan secara fisik atau psikis.

Pedoman ketujuh, dalam pasal ini yang menjelaskan, penanganan pasal harus didukung saksi yang menunjukan fakta bahwa korban mengalami ketakutan atau tekanan psikis.

Selanjutnya pedoman kedelapan, Pasal 36 mengenai pemberatan sanksi akibat kerugian yang ditimbulkan karena tindak pidana UU ITE. Kerugian yang diatur adalah kerugian materiil dengan nilai yang harus dihitung dan ditentukan pada saat pelaporan. Nilai kerugian material merujuk pada Peraturan Mahkamah Agung No. 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP.

“Pedoman Implementasi atas pasal-pasal tertentu dalam UU ITE merupakan lampiran pada SKB Menkominfo, Kapolri, dan Jaksa Agung yang telah ditandatangani,”ujar Jonny G Plate. (*)

 

 

We will be happy to hear your thoughts

Leave a reply

Sinyal Magazine
Login/Register access is temporary disabled