Dari sejumlah 55 orang wakil menteri (wamen) dalam Kabinet Merah Putih Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming Raka, 25 di antaranya mendapat tambahan jabatan sebagai komisaris di BUMN (badan usaha milik negara) dan bukan BUMN. Kebijakan itu dicurigai sebagai upaya balas budi bagi orang dekat Presiden Prabowo Subianto meski di antaranya memang mumpuni untuk menjalankan tugas kekomisarisan.
Sebagian masyarakat melihat motivasi kebijakan itu jelas, soal remunerasi – penghargaan berupa gaji, tunjangan dan manfaat lain – baik secara finansial maupun non-finansial. Namun begitu besarkah masalah remunerasi sebagai komisaris ini sehingga rezim Prabowo bersedia menabrak aturan yang dikeluarkan MK?Apalagi jika jabatan wamen akan membuat terjadinya benturan kepentingan (conflict of interest), jika antara wamen dan posisi komisaris mempunyai hubungan kerja.
Rangkap jabatan berpotensi menimbulkan benturan kepentingan jika wamen merupakan pejabat kementerian yang menjadi regulator, sementara komisarisnya ada di jajaran operator. Misalnya di Kementerian Komunikasi Digital (Komdigi). Wamen Nezar Patria menjadi Komisaris Utama PT Indosat Ooredoo Hutchison (IOH), sementara Angga Raka Prabowo diberi jabatan Komisaris Utama PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom).
Nezar Patria punya tugas mendukung IOH mengembangkan teknologi berbasis kecerdasan buatan (AI – artificial inteligence). Ia dianggap sebagai aktor kunci dalam transformasi digital nasional. Sementara Angga Raka Prabowo, kader Gerindra yang mantan ajudan dan sekretaris Prabowo itu menggantikan Bambang Brodjonegoro yang terpilih menjadi Dekan Asian Development Bank Institute (ADBI) berkedudukan di Tokyo, Jepang.
Wajar, keduanya akan merasa kikuk jika sebagai wamen harus menerapkan kebijakan menteri yang tidak nyaman bagi dunia usaha. Terutama bagi perusahaan tempat mereka berkarya.
Hubungan langsung
Kedua Wamen Komdigi ini juga pernah menjabat wamen yang sama pada periode kedua Presiden Joko Widodo. Selain seperti kedua wamen yang ada hubungan dengan entitas yang ada garis komando dengan kementerian, banyak juga komisaris yang tidak ada hubungan dengan tugas kerja mereka di kementerian.
Sesungguhnya tak ada undang-undang yang melarangnya. Tetapi ada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tahun 2019 Nomor 80/PUU-XVII/2019 itu menyebutkan, menteri dan wakil menteri dilarang menduduki jabatan komisaris di BUMN (badan usaha milik negara).
Yang mirip dengan Nezar dan Angga, milsalnya, Dony Oskaria, Wamen BUMN – profesional di bidang aviasi – ini juga menjabat sebagai COO (chief operating officer) Danantara. Dony merangkap jabatan sebagai Wakil Komisaris Utama PT Pertamina.
Tetapi Diaz FM Hendroprijono, Wamen Lingkungan Hidup yang ditunjuk jadi Komisaris Utama PT Telkomsel bersama komisaris Ahmad Riza Patria yang kader Gerindra dan mantan Wagub DKI, kedua tugas yang masing-masing mereka emban tidak berhubungan langsung. Juga Ratu Isyana Bagus Oka, Wamen Kependudukan dan Pembangunan Keluarga diangkat jadi Komisaris Mitratel, anak perusahaan PT Telkom.
Komisaris yang tidak berhubungan dengan tugas wamen di kementerian antara lain Giring Ganesha. Dia Wamen Kebudayaan yang jadi Komisaris PT Garuda Maintenanca Facility Aero Asia.
Ada juga yang agak dekat-dekat dengan tugas di kementerian, semisal Wamen Pertanian jadi Komisaris Utama di PT Pupuk Indonesia, Wamen BUMN Aminuddin Ma’ruf jadi komisaris PLN, wamenBUMN juga, Kartika Wirjoatmodjo jadi Komisaris Utama BRI. Atau Wamen Perumahan dan Kawasan Permukiman Fahri Hamzah, Komisaris di Bank BTN.
Tambah “cuan”
Padahal sebagai wakil menteri mereka sudah mendapat gaji dan tunjangan yang cukup, yang jumlahnya sekitar seratusan juta rupiah sebulan. Ini terdiri dari gaji, tukin (tunjangan kinerja), kendaraan, kesehatan, asuransi, THR, dan tunjangan rumah. Tunjangan yang diperoleh jika tidak kebagian rumah dinas saja besarnya Rp 35 juta/bulan
Lalu sebagai komisaris di BUMN “gebyar” semisal Pertamina, Telkom dan, Indosat atau Mandiri dan BRI, gaji komisasaris mereka rata-rata di atas Rp 150 juta per bulan. Gaji Dian Siswarini sebagai Direktur Utama PT Telkom disebut-sebut sebesar Rp 26,4 miliar setahun, atau rata-rata Rp 2,2 miliar/bulan, termasuk THR, kendaraan, kesehatan dan tunjangan lain.
Gaji komisaris utama ditetapkan sebesar 45% dari gaji direktur utama, sehingga pendapatan Angga Raka Prabowo tidak jauh-jauh amat dari Rp 990 juta per bulan. Angka ini tidak mutlak sama bagi wamen yang diberi embel-embel komisaris utama atau komisaris di BUMN atau perusahaan swasta lain.
Mantan anak buah Prabowo Subianto di Kopassus, Letnan Jenderal (bintang tiga) Djaka Budi Utama yang sekretaris utama (Sestama) BIN (Badan Intelijen Negara), 23 Mei lalu diangkat menjadi Direktur Jenderal Bea & Cukai Kementerian Keuangan. Djaka dilantik bersama 22 pejabat lain dalam struktur baru di Kementerian Keuangan yang ditetapkan Presiden Prabowo Subianto demi meningkatkan penerimaan negara.
Sebelumnya, Djaka mendapat status pensiun dari anggota TNI pada 5 Mei 2025. Lulusan akademi militer tahun 1990 ini disebut pernah menjadi bagian dari Tim Mawar Kopassus, yang sempat masuk pengadilan militer akibat penculikan mahasiswa pada kurun 1997-1998.
Djaka sepanjang kariernya berada di lingkungan militer, dilantik bersamaan dengan Bimo Wijayanto yang memang pejabat karier di Kementerian Keuangan. Bimo dilantik sebagai Dirjen Pajak.
BBC News Indonesia menyebutkan, pelantikan Djaka Budi Utama sebagai Dirjen Bea dan Cukai disorot pegiat HAM dan pengamat militer. Kebijakan ini dinilai mengabaikan prinsip tata kelola yang baik, mengindikasikan kembalinya dominasi militer dalam politik nasional, dan mencerminkan “obsesi” dan “ambisi” Presiden Prabowo Subianto. ***