Risiko Registrasi, Operator Rugi Besar

PROSES registrasi kartu prabayar seluler dianggap sudah selesai, namun para pemain pasar masih belum puas, walaupun pemerintah sudah mengklarifikasi bahwa satu nomor induk kependudukan (NIK) boleh mengaktifkan berapa pun nomor perdana. Sebetulnya tidak ada disebut secara jelas dalam peraturan Menteri Kominfo bahwa satu NIK hanya boleh mengaktifkan tiga nomor perdana, sehingga sejak awal kegiatan itu dibolehkan.

Namun upaya pelaku pasar seperti ini sangat berisiko, karena potensi berujung ke ranah pidana sangatlah besar karena sangatlah mustahil satu NIK akan mengaktifkan ribuan nomor perdana jika itu hanya akan digunakan sendiri. Ketika nomor yang diaktifkan itu dijual pelaku pasar, maka baik penjual maupun pembeli akan terkena pasal pidana menggunakan data pribadi orang lain secara tidak sah.

Pelaku pasar sebetulnya berharap kartu perdana masih berisi promosi berupa paket data yang harganya lebih murah dibanding jika pelanggan membeli paket dan mengisikannya ke ponsel mereka. Namun bisnis model di seluler sudah berubah sejak awal diberlakukannya kebijakan registrasi.

Jika sebelumnya kartu perdana sebelum dijual ke pasar sudah diisi paket data, kini penjualan paket data dipisahkan. Kartu perdana dijual kosong dan paket data dijual berupa voucher, seperti halnya yang berlaku untuk pelanggan lama.

Jadi, upaya para pelaku pasar untuk tetap bisa mengaktifkan sebanyak mungkin kartu perdana dari satu NIK adalah upaya sia-sia dan sangat berbahaya. Selain itu orang akan membeli kartu perdana jika dia benar-benar akan menjadi pelanggan, bukan akan mengambil benefit paket perdananya.

Perubahan bisnis model ini sudah mulai dilakukan operator seluler, dan dampaknya memang terjadi, penurunan pendapatan yang sangat signifikan. Walaupun, operator sebenarnya masih berharap mendapat penambahan jumlah pelanggan meski harus dengan mengakuisisi pelanggan operator lain.

 

Indosat Ooredoo rugi 50 miliar

PT Indosat Ooredoo, misalnya, pendapatan mereka pada triwulan pertama tahun 2018 ini turun dengan 21,9 persen dibanding triwulan 1 tahun 2017, dari Rp 7,3 triliun menjadi Rp 5,7 triliun. Akibatnya laba ada periode sama turun dari Rp 174 miliar menjadi rugi Rp 506 miliar atau turun 309,8 persen.

Pendapatan triwulan 1 tahun 2018 pun turun 22,7 persen dibanding triwulan 4 tahun 2017, dari Rp 7,36 triliun menjadi Rp 5,7 triliun. Penurunan laba periode sama sangat tinggi, dari Rp 46 miliar menjadi rugi Rp 506 miliar atau turun 1.211,4 persen.

Menurut Presdir dan CEO PT Indosat Ooredoo, Joy Wahjudi, penurunan terjadi sebagai akibat kebijakan registrasi, karena sejak awal Januari 2018 operator milik Qatar itu menghentikan perjualan kartu perdana. Kebijakan ini konon diambil karena adanya anomali pengaktifan kartu perdana yang antara lain satu NIK mengaktifkan 2,2 juta kartu perdana yang kemudian diblokir oleh Indosat.

Joy yakin pendapatan di triwulan kedua akan berangsur normal, walau terjadi penurunan jumlah pelanggan dari 110,2 juta pada triwulan akhir 2017 menjadi 96,1 juta pada triwulan 1 tahun 2018. Hikmahnya, jumlah pelanggan yang tercatat itu akan menjadi pelanggan murni yang akan meningkatkan ARPU (average revenue per user – rata-rata pendapatan dari tiap pelanggan).

Jumlah pelanggan murni membuat database lebih rapi, industri lebih sehat karena antara lain ada penghematan belanja modal untuk pengadaan kartu. Di industri yang dikelola enam operator seluler: Telkomsel, Indosat, XL Axiata, Hutchison Tri Indonesia (HTI – Tri) dan Smartfren ini, sebelumnya menggerojok pasar sampai 600 juta kartu perdana per tahun.

Dari jumlah itu tidak sampai dua persen yang menjadi pelanggan yang diindikasikan dari pengisian pulsa kembali setidaknya dua kali. Sisa kartu yang 98 persen atau sekitar 590 juta itu dibuang begitu pulsa atau paket datanya habis, padahal harga modal 600 juta perdana itu sekitaran Rp 1,2 triliun, yang terbuang sia-sia selain membebani sistem.

Kini dengan kebijakan manajemen hanya menjual perdana kosong tanpa paket, industri kemungkinan hanya akan menggerojok pasar dengan sekitar 10 juta kartu, sehingga menghemat biaya modal mereka. Pendapatan akan tumbuh dengan penjualan paket data yang makin diminati pelanggan, karena sekitar 70 persen pelanggan operator seluler sudah menggunakan ponsel pintar yang bisa mengakses layanan generasi keempat (4G LTE). (*)

We will be happy to hear your thoughts

Leave a reply

Sinyal Magazine
Login/Register access is temporary disabled